Sekeping Kisah yang Tercecer


Tiba-tiba aja, aku baca cerita yang aku buat di tahun 2010, saat dimana aku terpukul dengan sebuah berita....


Dia, belum lama aku mengenal dia saat aku duduk di bangku SMA. Kami mulai akrab dan bercerita saat
kami ada di kelas XII. Banyak hal yang dia ceritakan padaku, banyak hal yang dia share denganku.

"Jareeeee...." begitulah panggilan akrabnya untukku.

Sempat suatu ketika dia bercerita tentang orang yang dia suka saat kami bersenda gurau bersama

"Eh, jangan salah, ada kok yang gw suka.."

"Siapa Ndra? anak 4 (sebutan untuk SMAku) juga? kelas apa?" pertanyaan beruntun ku lontarkan padanya.

"Ada deh...." Begitu setiap kali dia mengelak

Dan di lain hari...


"Ndra, kenapa ga duduk di depan aja sih, kalo lo gak keliatan sama tulisan di papan tulis?" Tanyaku saat ia kembali duduk di sampingku saat mencatat pelajaran.

"Biar gw bisa liatin anak sekelas Jar, kalo dari belakang kan bisa liat semua kebiasaan temen-temen. Ada yang hobi dandan, ada yang ngrumpi, ada yang belajar serius, ada yang hobi debat kaya lo ma enok tuh. Jadi bisa gw pantau satu-satu"

"Oh iya juga ya..hehe.. jadi tiap hari lo cuma liatin temen-temen aja?hihi, iya deh, ketua kelas mang
harus gitu.."

Setelah aku di Yogya pun, dia masih selalu menghubungiku, masih sempat untuk berkunjung kerumahku setiap idul fitri tiba. Dan, begitu pun idul fitri kedua setelah aku di Yogya, ia datang.

"Ndra, kok lama?"

"Iya, gw nyasar Jar, tadi salah masuk gang"

"kok lo cuma sendirian?"

"Temen2 yang laen pada gak bisa datang.."

Kami berbincang, kami bercanda, Ibuku pun sempat berbincang, tapi aku tak pernah tau, itulah kunjungan terakhirnya ke rumahku saat idul fitri.

Idul Fitri ketiga setelah aku di Yogya, dia tak datang, dia masih tak sanggup untuk beranjak dari kamarnya setelah lama di rawat dirumah sakit. Aku menjenguknya seminggu kemudian. Dia terlihat sehat, tersenyum padaku dan 2 temanku.

"Apa kabar?" Itulah sapaan pertamanya pada kami.

"Gimana kabarnya Ndra?"

"Alhamdulillah sehat"

"Masih sering cuci darah?"

"Iya, kemarin habis cuci darahnya, makanya kemarin Ndra ga bisa ditemui, tapi rencana mau berenti
cuci darah, kasian Bapak soalnya" katanya.

Itulah sedikit percakapan kami. Saat itu, aku hanya berpikir, dia pasti sehat kembali. Aku pulang ke Yogya, tak pernah terlintas dalam pikiranku, dia akan pergi. Sampai pagi itu, saat aku berangkat ke kampus, sebuah SMS masuk ke ponselku.

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un, telah berpulang ke rahmatullah teman kita..........

Aku tak sanggup membaca nama yang tertera di sana, air mataku mengalir. Sahabatku, ketua kelasku, pergi kembali pada Pemiliknya. Aku tak sanggup membendung tangisku saat aku menelepon temanku di sana. Aku tak percaya, sungguh aku tak percaya. Aku belum ingin ia pergi, aku belum menunjukkan sesuatu padanya. Namun apa daya, semua kehendak-Nya. Aku hanya bisa menatap nanar keluar jendela bus. Segala kenangan bersamanya di SMA dulu menyeruak dalam kepalaku, aku masih tak rela ia pergi, tapi aku pun tak boleh seperti itu. Ndra, Aku hanya mampu mendoakanmu dari sini, semoga kau mendapat tempat yang terbaik di sisi-Nya. Amin

3 hari sebelum kepergiannya, dia sempat menuliskan "Alam, masih menaungi hatiku"

Untukmu sobat, kawan berbagi, sahabat baikku, ketua kelas yang baik, sungguh aku rindu canda tawamu, nasihatmu, semua hal yang pernah kita perbincangkan. Semoga kau tenang di sana kawan, Hendra Surya Praja.

Komentar