Ke Rumah Sakit

"Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis" (Al-Qalam:1)


Setelah bertahun-tahun aku dipaksa untuk segera berobat (lebay) karena sakit yang tak kunjung mereda, akhirnya kemarin, aku pergi ke Rumah Sakit S di Yogyakarta bersama temanku.

gak usah berobat deh, bentar lagi juga sembuh” kataku
Pasang wajah jutek, dia menimpali, “Perasaan dari dulu-dulu bilangnya ‘bentar lagi sembuh’, tapi sampe sekarang, ga sembuh-sembuh tuh
Aku nyengir dan pasrah di antar ke Rumah sakit.

Sampai di rumah sakit,
ke klinik umum aja yuk, gak usah ke rumah sakit segede ini, kan penyakitnya juga gak parah-parah banget kok..” kataku lagi.
Temanku? Pasang wajah jutek lagi, haha…

Sambil melihat peta Rumah sakit, dia mengira-ngira dan berkata “kita ke Poliklinik Penyakit Dalam”.
Aku? Pasrah aja mengikutinya mencari-cari poliklinik tersebut.

Dan setelah muter-muter mencari poliklinik di Rumah sakit yang besar itu (dibanding dengan kami yang kecil ini, halah, ya iyalah), akhirnya kami mendaftar dulu sebelum ke polikliniknya. Dikasih kartu pasien dan biaya pemeriksaan, karena aku baru pertama kali kesana (dan pertama kalinya masuk rumah sakit), biaya pendaftaran sekaligus pembuatan kartu pasiennya sekitar Rp. 26000.

Di Poliklinik Penyakit Dalam, di Lantai 4 rumah sakit tersebut, aku menanti, setelah menyerahkan bukti pendaftaran dan diperiksa tensi darahnya, aku duduk menunggu dipanggil.
Tik…tok…tik…tok…
2 jam berlalu, akhirnya aku dipanggil juga, hadeh...

Di ruang periksa,
mbaknya kelihatan sehat, kok periksa” kata dokter
Aku Cuma nyengir.

Keluhannya apa?” Tanya dokter

bla..bla..bla..” aku menjelaskan, kemudian dokter menanyakan beberapa hal, lalu aku diperiksa detak jantungnya dengan stetoskop.

Setelah selesai periksa,
Kemungkinan ini bukan jantung” kata dokter, aku lega, “jadi gejala ini bisa saja 2 kemungkinan, yang pertama Jantung, yang kedua karena stress, tapi kalo mbaknya mau yang lebih akurat, kita rekam jantung

Rekam jantung dok?” aku bingung kaya gimana tuh rekam jantung.

ya, tapi gak sekarang, kalo gak, gini aja, mbak saya kasih obat, kalau sampe obatnya habis, dan sakitnya gak mereda, kita rekam jantung
Aku mengangguk setuju.

Di apotek, (lagi-lagi) aku ngeyel.
Gak usah beli obatnya deh, kan tadi udah periksa, hehe” kataku sambil nyengir.
Temanku, pasang wajah jutek (lagi), dan membentur-benturkan kepalanya di dinding apotek saking stresnya karena aku ngeyel (gak sampe segitunya sih, hihi).
Akhirnya, aku beli juga obatnya, semua seharga Rp. 66000.

Eits, masalah belum selesai, saat mau keluar, kami tersesat disana, gak tau jalan keluar, haha. Haduuh...

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih sudah membaca....^^